Kerap kali, pengasong khilafah, atau mereka yang ingin mendirikan
negara Islam atau kekhilafahan Islam membenturkan Pancasila dengan
ajaran Islam. Kerap kali Pancasila disebut Thagut, karena dianggap bukan
berasal dari ajaran Islam, atau sesuatu yang muncul diluar Islam buatan
manusia.
Dikutip dari Sarkub.com, Thaghut dari segi etimologi berarti
“melampaui batas.” Dari segi terminologi, thaghut mempunyai beberapa
pengertian sesuai pendapat para ulama: setan, al-kahin (dukun),
tandingan-tandingan selain Allah, berhala-berhala, dan segala sesuatu
yang dengannya seorang hamba melampaui batas, baik berupa yang
diibadahi, yang diikuti, atau yang ditaati.
Itu sebabnya para pengasong khilafah (baik dari kalangan Hizbut
Tahrir maupun Islamic State) mati-matian ingin mengganti Pancasila
dengan syariat Islam (yang sebenarnya ajaran Islam menurut pemahaman
mereka). Pancasila bagi mereka sistem kufur yang tidak ada sangkut
pautnya dengan ajaran Islam, oleh karena itu harus dihancurkan, termasuk
runutannya soal demokrasi, UUD 45, apalagi Bhinneka Tunggal Ika yang
berasal dari era Majapahit.
Terkait hal ini menarik penjelasan Prof. Mahfud MD, atau tepatnya sanggahan mantan ketua Mahkamah Konstusi ini.
Dalam tulisan, “Menolak Ide Khilafah” di Kompas.com, (26/05/2017),
Prof. Mahfud menjelaskan, di dalam sumber primer ajaran Islam, Al Quran
dan Sunah Nabi Muhammad SAW, tidak ada ajaran sistem politik,
ketatanegaraan, dan pemerintahan yang baku.
Menurut Prof. Mahfud di dalam Islam memang ada ajaran hidup bernegara
dan istilah khilafah, tetapi sistem dan strukturisasinya tidak diatur
di dalam Al Quran dan Sunah, melainkan diserahkan kepada kaum Muslimin
sesuai dengan tuntutan tempat dan zaman.
Untuk itu bagi Prof. Mahfud sudah tepat umat Islam di Indonesia
menerima sistem politik dan ketatanegaraan Indonesia yang berdasar
Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sistem negara Pancasila
yang berbasis pluralisme, Bhinneka Tunggal Ika, sudah kompatibel dengan
realitas keberagaman dari bangsa Indonesia.
Sejalan dengan Prof. Mahfud MD, penjelasan sangat menarik juga
diberikan oleh Rois Syuriyah PWNU Jawa Tengah, KH. A. Ubaidillah
Shadaqah. Dalam penjelasan singkat padatnya, ketika ditanya, kenapa
Nahdlatul Ulama dan ulama-ulama terdahulu Indonesia menerima Pancasila?
“Bukan hanya menerima tapi juga menjaga & mempertahankannya.
Bagaimana panjenengan bilang thoghut ? Jika anda dapat melaksanakan
sungguh2 sila kesatu & kedua saja bisa jadi waliyyulloh.” terangnya,
Rabu, (31/01/2018).
Yang jadi persoalan bukan lagi Pancasila apakah thogut atau bukan
thogut. Apakah Pancasila sesuai atau tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Bagi KH. Ubaidillah Shadaqah Pancasila sudah sangat Islam. Yang menjadi
persoalan kemudian, bagaimana seluruh bangsa ini mengimplementasikan dan
mengamalkan Pancasila segenap hati.
Jangankan 5 sila Pancasila, bisa mengamalkan sila ke satu dan ke dua
Pancasila saja, menurut KH. Ubaidillah, seorang muslim bisa memiliki
kualitas pribadi muslim sekelas waliyullah. Wes, gitu aja kok repot.
Oleh: Ibn Yaqzan
0 Comments